Surat Yang Tak Terbaca

Kepada kamu yang tingginya 163cm dan anak basket.
Sepertinya aku tak bosan-bosan menuliskan surat untukmu meski tak satupun suratku kau baca. Tapi tak mengapa, aku sudah cukup senang walau hanya aku dan tukang posku yang mengetahui surat ini.
Kamu orang pertama yang akhir-akhir ini kuhubungi setiap kali aku bosan. Ah tunggu sebentar, aku tak hanya menghubungimu saat bosan saja. Saat aku sakit dan ingin makan sesuatu, aku juga menghubungimu. Saat aku impulsif dan ingin bertemu laut, aku juga menghubungimu. Saat moodku sedang tidak baik, kamu juga orang pertama yang tahu. Saat apapun itu, sepertinya aku selalu menghubungi.
Iya, aku tahu bahwa aku hanya mencari-cari alasan untuk ngobrol denganmu. Atau sekedar tahu kabarmu, meskipun kita pasti bertemu tiap sore di parkiran kampus. Kamu akan ada disana, menghisap rokokmu dengan khidmat yang kemudian akan buru-buru kau matikan saat melihatku dikejauhan. Karena kau tahu saat aku tiba didekatmu, aku akan pura-pura batuk untuk menyindir bau rokokmu.
Ekspresiku selalu berubah-ubah tiap didekatmu. Kadang bibirku maju lima centi karena ejekanmu, kadang tertarik kesamping akibat tingkahmu. Ada kalanya urat leherku mengencang saat beradu pendapat denganmu. Atau mataku mendelik tajam saat melihat rokok ditanganmu.
Ada banyak hal yang tak ada habisnya saat bersamamu. Akan kuceritakan lagi disurat yang lain ya. Surat yang ini cukup sampai disini.

Sampai ketemu nanti malam.